Skip ke Konten

Kesejahteraan Dosen ASN di Tengah Polemik Tukin

KITA SAMA.ID (14/1/2025) --- Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) telah menjadi topik perbincangan hangat belakangan ini. Sejak tahun 2020, dosen ASN di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) belum menerima Tukin yang menjadi hak mereka. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab keterlambatan dan upaya yang dilakukan untuk menyelesaikannya.

Menurut laporan, salah satu alasan utama keterlambatan pencairan Tukin adalah perubahan struktur kementerian yang terjadi beberapa tahun lalu. Pemecahan Kementerian Pendidikan menjadi tiga lembaga menyebabkan ketidakjelasan dalam penganggaran Tukin bagi dosen ASN. Akibatnya, anggaran untuk Tukin tidak disiapkan dengan baik, sehingga pembayaran tertunda hingga kini. Baca Tribun News

Menanggapi situasi ini, Komisi X DPR RI telah meminta pemerintah segera mencairkan Tukin bagi dosen ASN. Mereka menekankan pentingnya penghargaan terhadap kinerja dosen sebagai pendidik dan penggerak utama dalam peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Baca : Kompas Nasional

Kemendikbudristek sendiri telah mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp2,6 triliun kepada Kementerian Keuangan untuk pembayaran Tukin dosen ASN. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya agar Tukin dapat segera dicairkan, termasuk koordinasi dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Baca : Detik

Namun, hingga saat ini, pencairan Tukin masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan dan Banggar DPR RI. Proses administrasi dan birokrasi yang panjang menjadi salah satu faktor penghambat realisasi pembayaran Tukin tersebut. Hal ini menimbulkan kekecewaan di kalangan dosen ASN yang merasa hak mereka terabaikan.

Aliansi Dosen ASN (ADAKSI) telah menyuarakan tuntutan agar pemerintah segera membayarkan Tukin yang tertunda. Mereka menilai bahwa penundaan ini mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan dosen sebagai pilar utama pendidikan tinggi.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pemerintah berencana menghapus Tukin dan tunjangan profesi bagi dosen ASN. Rencana ini menuai kritik karena dianggap dapat menurunkan motivasi dan kesejahteraan dosen dalam menjalankan tugasnya.

Perjuangan dosen ASN untuk mendapatkan hak mereka atas Tukin telah berlangsung selama lima tahun. Selama periode tersebut, mereka terus menjalankan tugas dengan dedikasi tinggi meskipun hak finansial mereka belum terpenuhi. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen pemerintah dalam menghargai peran dosen dalam pembangunan sumber daya manusia.

Besaran Tukin yang seharusnya diterima dosen ASN bervariasi tergantung pada jabatan dan kinerja masing-masing. Namun, tanpa pencairan yang jelas, banyak dosen merasa dirugikan secara finansial. Hal ini dapat berdampak pada motivasi dan kualitas pengajaran di perguruan tinggi.

Pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini. Koordinasi antara kementerian terkait harus ditingkatkan agar proses pencairan Tukin dapat berjalan lancar. Selain itu, transparansi dalam penganggaran dan komunikasi dengan para dosen perlu diperbaiki untuk menghindari kesalahpahaman.

Dosen ASN memainkan peran vital dalam mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Oleh karena itu, kesejahteraan mereka harus menjadi prioritas pemerintah. Pembayaran Tukin yang tepat waktu merupakan salah satu bentuk apresiasi atas dedikasi dan kontribusi mereka dalam dunia pendidikan.

Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa perubahan struktur kelembagaan tidak mengorbankan hak-hak pegawai, termasuk dosen ASN. Setiap perubahan harus disertai dengan perencanaan yang matang agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesejahteraan pegawai.

Dalam jangka panjang, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem tunjangan dan insentif bagi dosen ASN. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem yang adil, transparan, dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan kinerja dosen dalam menjalankan tugasnya.

Pemerintah juga harus membuka ruang dialog dengan perwakilan dosen ASN untuk mendengarkan aspirasi dan keluhan mereka. Dengan demikian, solusi yang diambil dapat lebih tepat sasaran dan diterima oleh semua pihak yang terlibat.

Akhirnya, penyelesaian masalah Tukin dosen ASN memerlukan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, termasuk pemerintah, legislatif, dan komunitas akademik. Hanya dengan upaya bersama, hak-hak dosen ASN dapat terpenuhi, dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia dapat terus ditingkatkan.


Penulis : Bang Suher

di dalam Edukasi
Masuk untuk meninggalkan komentar
IAIN Parepare Ukir Rekor Baru: 11 Guru Besar dalam Tiga Tahun