KITA SAMA.ID (20/1/2025) --- Pegawai Kementerian Pendidikan Tinggi, Sain dan Teknologi (Kemendiktiristek melakukan aksi demontrasi di depan kantornya sendiri, Senin (20/1/2025). Aksi ini adalah bentuk solidaritas atas pemecatan sepihak rekan mereka. Neni Herlina. Neni Herlina, seorang ASN yang telah mengabdi selama 24 tahun, mendadak kehilangan pekerjaannya. Pemecatan sepihak yang dijatuhkan oleh Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro, tak hanya merenggut mata pencahariannya, tapi juga menorehkan luka mendalam di hatinya.
Neni, menjabat sebagai Pranata Humas Ahli Muda dan Pj. Rumah Tangga, menceritakan kisah pahitnya dengan suara bergetar. "Ketika saya menjalankan tugas, perlakuannya sudah begitu. Ini kesalahan pertama ya , waktu pertama kali. Nanti kalau dua lagi saya pecat kamu , dari pertama tuh udah begitu," ungkap Neni, mengenang perkataan Satryo. Baca juga viva.co.id.
Ironisnya, pemecatan Neni tak didasari oleh pelanggaran serius, melainkan soal sepele: pergantian meja kantor dan pemasangan internet di rumah dinas Menteri Satryo. Neni, yang bertanggung jawab atas urusan rumah tangga Kementerian, merasa menjadi korban kesewenangan sang Menteri.
Puncak amarah Satryo memuncak ketika pemasangan internet di rumah dinasnya selesai hingga larut malam. Menteri yang dikenal temperamental itu langsung menghubungi ketua tim rumah tangga, Angga, lewat telepon. Namun, Angga saat itu tengah sakit dan tak mengangkat telepon.
"Marah, dia langsung dia nelepon ketua tim saya. Kebetulan Mas Angga waktu itu lagi sakit. Jadi nggak angkat telepon, itu udah malam-malam gitu. Terus akhirnya nggak diangkat. Nggak diangkat kan namanya orang sakit mungkin berobat. Mungkin ketiduran gitu ya. Tapi akhirnya di-WA saya pecat kamu , " beber Neni.
Pesan singkat berisi "Saya Pecat Kamu" itu menjadi bukti nyata kekejaman Satryo. Neni tak hanya dipecat begitu saja, tetapi juga diperlakukan dengan kasar. "Keluar kamu sekarang juga. Bawa semua barang-barang kamu. Sana, ke Dikdasmen (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah), kata dia begitu," ujar Neni, mengenang ucapan Satryo yang menyayat hati.
Kejadian ini tak hanya menyita perhatian Neni, tapi juga memantik amarah ratusan pegawai Kemendikti Saintek. Mereka berbondong-bondong menggelar aksi protes di depan kantor Kementerian. Spanduk bertuliskan "Institusi negara bukan perusahaan pribadi Satryo dan istri!" dan "Kami ASN, dibayar oleh negara, bekerja untuk negara, bukan babu keluarga, #lawan #menterizalim #paguyubanPegawaiDikti" menjadi simbol perlawanan mereka terhadap kesewenangan Menteri Satryo.
Suwitno, Ketua Paguyuban Pegawai Dikti, mengungkapkan kekecewaan mereka. "Ibu Neni ini, kan, sebenarnya memang melayani keperluan dari rumah tangga di kementerian ini. Mungkin ada kesalahpahaman di dalam pelaksanaan tugas dan itu menjadi fitnah atau suudzon bahwa Ibu Neni menerima sesuatu. Padahal, dia tidak melakukannya," tegas Suwitno.
Aksi protes yang digelari "Senin Hitam" ini menjadi bukti nyata kekecewaan pegawai terhadap kebijakan Mendikti Satryo. Mereka menuntut keadilan bagi Neni dan meminta Satryo untuk menjalankan prosedur yang jelas dalam menindaklanjuti pegawai yang dianggap melakukan kesalahan.
"Kalau pegawai melakukan kesalahan, itu, kan, bisa ditindaklanjuti dengan penjatuhan hukuman disiplin. (Tapi) harus jelas prosedurnya, ini tidak dilakukan sama sekali. Bahkan diusir dan diberhentikan katanya, istilahnya," ujar Suwitno, menyoroti ketidakadilan yang dialami Neni.
Menanggapi protes tersebut, Sekretaris Jenderal Kemendikti Saintek, Togar M Simatupang, menyatakan bahwa pihaknya mengapresiasi semua bentuk penyampaian aspirasi dari pegawai. Togar menegaskan bahwa tidak ada pemecatan mendadak dan membuka ruang dialog untuk menyelesaikan masalah.
"Sebenarnya masih tersedia ruang dialog yang lebih baik dan ini tetap dengan tangan yang terbuka, pemikiran yang terbuka, dan pencapaian resolusi yang terbaik," kata Togar kepada wartawan. Togar juga mengklaim bahwa pihaknya tidak melakukan pemecatan sepihak dan masih terbuka opsi lain.
Namun, pernyataan Togar tak cukup meredakan amarah para pegawai. Mereka tetap menuntut keadilan bagi Neni dan meminta Menteri Satryo bertanggung jawab atas tindakannya.
Kisah Neni menjadi cerminan nyata tentang ketidakadilan yang bisa terjadi di lingkungan pemerintahan. Pemecatan sepihak yang didasari oleh alasan sepele dan tanpa proses hukum yang jelas, menunjukkan betapa rentannya hak-hak pegawai di hadapan kekuasaan.
Aksi protes yang dilakukan oleh ratusan pegawai Kemendikti Saintek menjadi bukti nyata bahwa keadilan dan transparansi menjadi hal yang sangat penting dalam pemerintahan. Kasus ini menjadi peringatan bagi para pemimpin untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan menghargai hak-hak setiap warga negara, termasuk para ASN yang bekerja untuk melayani masyarakat.